Baca Juga
InfoKota.Net –
Musik Tradisional, Drum Band, Tarian, Seni, dan Budaya meriahkan Festival
Benteng Kadipaten Purwodadi yang berlangsung di penghujung Agustus 2018
kemarin. Ritual Kirab Gunungan mengitari kawasan Benteng yang kental dengan gaya
tradisional oleh Keluarga Ndalem bersama warga setempat.
Semarak
festival yang dihelat di Lapangan Desa Purwodadi, Kecamatan Barat – Magetan itu
mampu menyita perhatian warga serta undangan. Masyarakat berebut tumpeng dan
arak-arakan gunungan. Tradisi ini dipercaya sebagai upaya ngalap berkah dari
sajian tumpeng gunungan.
![]() |
Kadinas Periwisata (tengah) bersama Kades Purwodadi (kanan) |
Lomba permainan
tradisional dan pentas Seni Rakyat seperti Karawitan, Seni Ketoprak, Seni
Wayang Kulit, serta pentas siswa-siswi PAUD/TK, SLTP hingga SLTA se Kecamatan
Barat. Puncak acara Kirab Gunungan dan Kirab Pusaka Laku Bisu serta Ledug
Magetan.
Kepala Desa
Purwodadi, Raden Nganten Suci Minarni yang merupakan salah satu ‘trah’ keturunan
Pangeran Diponegoro mengatakan, festival ini merupakan tahun kedua sejak
diadakannya Festival Benteng Kadipaten Purwodadi.
“Awal dari
ide Festival Benteng ini, bermula dari napak tilas dan penelusuran situs-situs
sejarah yang dilakukan Keluarga Ndalem oleh Komunitas Trah Pangeran Diponegoro.
Dan Tahun ini merupakan tahun kedua,” terang Raden Nganten Suci Minarni.
Acara ini
sebagi bentuk melestarikan sejarah budaya yang ada di Purwodadi. Kami ingin
memperkenalkan bahwa di Desa Purwodadi ada peninggalan bersejarah dari anak
Pangeran Diponegoro yakni Pangeran Dipokusumo. Pihaknya juga berharap Pemerintah
Kabupaten Magetan membantu untuk mewujudkan Desa Purwodadi sebagai Desa Sisata,
imbuhnya.
Di kesempatan
yang sama, Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Magetan, Bambang Setiawan, mendukung
penuh rangkaian kegiatan seperti ini dan sangat mengapresiasi. Pihaknya juga berharap
kegiatan seperti ini bisa diagendakan secara rutin.
“Ini bisa
menjadi salah satu kebanggan Kabupaten Magetan, dan memberi pesan kepada
masyarakat agar tidak melupakan kearifan sejarah. Banyak hikmah yang bisa kita
ambil, sehingga ada keseimbangan antara perkembangan teknologi, budaya, dan
agama,” ungkap Bambang.
Keluarga Sri
Sultan Hamengkubuwono X dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dan sejarawan
Peter Carey penulis buku 'Diponegoro’ yang turut diundang, namun berhalangan
hadir. (mar)
Komentar
Posting Komentar